Friday 10 December 2010

Nollima Noldelapan Nolenam

Udara bandung masih jauh dari nyaman untuk dinikmati, dingin menusuk tulang hingga mentaripun enggan untuk melepas selimut hangatnya lebih cepat. di pagi buta ini, saat "toa-toa" masjid belum berniat untuk saling bersahutan, seorang pemuda telah terbangun dari mimpinya yang gelisah. karena hari ini adalah 5 Agustus 2006, salah satu hari yang begitu penting baginya.

tak kurang dari pukul 3 pagi, ia terbangun dari tempat tidurnya yang  hangat. dinginnya membasuh tubuh pada saat-saat sepagi itu tak menghalangi niatnya begitu kuat untuk melaksanakan shalat pada pagi itu, pagi yang mungkin akan merubah jalan hidupnya dan ia sadar sepenuhnya dengan apapun yang akan diputuskan dihari itu pada dirinya adalah jalan yang terbaik yang diberikan Sang Maha Kuasa, maka iapun memutuskan untuk memanfaatkan momen-momen last minutte ini dengan sebaik mungkin demi memohon segala yang terbaik dariNya hingga akhirnya 'toa-toa' masjidpun terbangun dari tidur panjangnya, melantangkan panggilan-panggilan untuk sembahyang, waktu subuhpun tiba..

selepas shalat subuh, saat-saat penantian yang mendebarkan. maklumlah, saat itu belum ada koneksi internet di rumah, sempat sepintas niatnya menelepon Ardi, sahabatnya yang memang memiliki koneksi internet dirumahnya namun niat itu cepat-cepat ia urungkan karena dua alasan; takut dia mendengar kenyataan yg kurang menyenangkan dari mulut sahabatnya sendiri ataupun takut juga sang sahabat tidak mencapai hasil yang ia inginkan.

menunggu dan menanti, walau kelakar orang yang menyatakan bahwa sesuatu yang makin ditunggu biasanya malah datang lebih lama dibanding jika dia tidak ditunggu benar-benar menjadi nyata, namun ia tetap bersikeras dalam penantiannya yang berlangsung agak lama. tukang koran yang biasanya datang pada pukul 05.30 tepat, pagi ini tak kunjung tiba walau jam telah berdentang enam kali. kesabarannya memang sedang diuji. ayah-bundanya membiarkan dia terdiam sendiri menunggu didepan rumah, karena mereka sangat mengerti kegelisahan sang anak dan keinginan tersiratnya untuk menikmati penantian ini sendiri saja.
merenung, melamun, membayangkan hal-hal indah atau juga menyiapkan mental untuk kenyataan terpahit silih berganti bergulat dalam hatinya. sampai terdengar suara benturan benda lunak di halaman rumahnya. akhirnya..yang ditunggu telah datang.

kedatangan ini tak kunjung memberikan kelegaan hati, justru inilah bagian paling menegangkan dari seluruh penantiannya. secepatnya ia meraih koran yang hari ini nampak lebih tebal dari biasanya, membolak-balik halamannya,sambil menyusuri baris-baris ribuan nama yang tercetak di lembar-lembarnya. halaman-berikutnya, halaman berikutnya, masih saja nomor lebih kecil, halaman berikutnya, masih lebih kecil, halaman berikutnya, tiba-tiba nomor anjlok menjadi lebih besar dari nomor peserta yang ia miliki. ahhhhh..perasaannya yang gelisah makin terasa, dibarengi perasaan takut dan sedih. "apakah aku benar-benar gak lulus?" dalam hatinya. lembaran-lembaran berikutnya sudah pasti akan memuat nomor yang lebih besar lagi. mata paniknya mulai menerawang, sampai akhirnya dia menyadari sesuatu.

nomor yang anjlok itu terlalu besar, agak ganjil, lantas ia melihat nomor halaman yang tertera diatasnya,"14" dan di halaman sebelahnya "19". aduuuhhh..ternyata ada halaman yang hilang, tanpa pikir panjang, dirinya langsung lari membuka dan keluar pagar rumah, mencoba mengejar tukang koran langganannya yang mungkin saja belum jauh pergi. "yah itu spedanya", hatinya lega melihat sepeda yang diparkir tak begitu jauh. walau keadaan terdesak seperti itu, dia masih enggan berteriak-teriak memanggil sang tukang koran karena khawatir menghebohkan tetangganya. dengan nafas terengah-engah, lengannya begitu tangkas meraih satu eksemplar koran yang masih tertumpuk di kantong belakang sadel sepeda, tanpa basa-basi dibukanya halaman paling tengah. matanya begitu liar menelusuri kolom-kolom panjang mencari nomor dan nama yang dikenalnya, nomor dan namanya sendiri.

"106-24-07579 Rezky A R 250945"

begitu lega, lega selega-leganya, namanya tertera dengan nomor dan kode peserta yang sama. dia lulus, walau dipilihan keduanya. begitu lega dan terhanyutnya, sampai-sampai ia tak menyadari bahwa sang tukang koran telah berdiri disampingnya sambil keheranan.
"kenapa mas?"
"oh...nggak papa" tukasnya singkat sambil senyum-senyum menukarkan koran yg kurang lengkap tadi tanpa sepengatahuan si tukang koran.
"lulus ya mas?" tanya si tukang koran, memeceh keheningan.
"alhamdulillah..makasih ya mang". sambil tersenyum dan dengan langkah ringan (sambil menahan keinginannya untuk melompat-lompat di tengah jalan) ia kembali ke rumah.

sejak saat itulah, Rezky selalu mengingat tanggal 5 Agustus sebagai hari pentingnya -begitu juga tukang koran yang dibelinya sebagai orang "dewa hermes" pengantar pesan bahagia-, hari dimana nasibnya mulai perlahan jelas terbuka, hari dimana ia resmi diterima di sebuah Institut kenamaan negeri ini.

Mentaripun terasa lebih cerah dibanding hari-hari sebelumnya...

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Powerade Coupons